Page

Minggu, 21 Agustus 2011

Hukum Wanita Memandang Laki-Laki

  Di antara hal yang telah disepakati ialah bahwa melihat kepada aurat itu hukumnya haram, baik dengan syahwat maupun tidak, kecuali jika hal itu terjadi secara tiba-tiba,  tanpa sengaja.
Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sahih dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Nabi SAW tentang memandang (aurat orang lain) secara tiba-tiba (tidak disengaja). Lalu beliau bersabda, ‘Palingkanlah pandanganmu.” (HR Muslim)
Lantas, apakah aurat laki-laki itu? Bagian mana saja yang disebut aurat laki-laki? Kemaluan adalah aurat mughalladzah (besar/berat) yang telah disepakati akan keharaman membukanya di hadapan orang lain dan haram pula melihatnya, kecuali dalam kondisi darurat seperti berobat dan sebagainya. Bahkan kalau aurat ini ditutup dengan pakaian tetapi tipis atau menampakkan bentuknya, maka ia juga terlarang menurut syara’.
Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk aurat, dan aurat laki-laki ialah antara pusar dengan lutut. Mereka mengemukakan beberapa dalil dengan hadits-hadits yang tidak lepas dari cacat. Sebagian mereka menghasankannya dan sebagian lagi mengesahkannya karena banyak jalannya, walaupun masing-masing hadits itu tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum syara’.
Sebagian fuqaha lagi berpendapat bahwa paha laki-laki itu bukan aurat, dengan berdalilkan hadits Anas bahwa Rasulullah SAW pernah membuka pahanya dalam beberapa kesempatan. Pendapat ini didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm.
Menurut mazhab Maliki sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab mereka bahwa aurat mughalladzah laki-laki ialah qubul (kemaluan) dan dubur saja, dan aurat ini bila dibuka dengan sengaja membatalkan shalat.
Dalam hal ini terdapat rukhshah (keringanan) bagi para olahragawan dan sebagainya yang biasa mengenakan celana pendek, termasuk bagi penontonnya, begitu juga bagi para pandu (pramuka) dan pecinta alam. Meskipun demikian, kaum Muslimin berkewajiban menunjukkan kepada peraturan internasional tentang ciri khas kostum umat Islam dan apa yang dituntut oleh nilai-nilai agama semampu mungkin.
Perlu diingat bahwa aurat laki-laki itu haram dilihat, baik oleh perempuan maupun sesama laki-laki. Ini merupakan masalah yang sangat jelas. Adapun terhadap bagian tubuh yang tidak termasuk aurat laki-laki, seperti  wajah, rambut, lengan, bahu, betis, dan sebagainya, menurut pendapat yang sahih boleh dilihat, selama tidak disertai syahwat atau dikhawatirkan terjadinya fitnah. Ini merupakan pendapat jumhur fuqaha umat, dan ini diperlihatkan oleh praktek kaum muslim sejak zaman Nabi dan generasi sesudahnya, juga diperkuat oleh beberapa hadits sharih (jelas) dan tidak bisa dicela.
Adapun masalah wanita melihat laki-laki, maka dalam hal ini terdapat dua riwayat. Pertama, ia boleh melihat laki-laki asal tidak pada auratnya. Kedua, ia tidak boleh melihat laki-laki melainkan hanya bagian tubuh yang laki-laki boleh melihatnya. Pendapat ini yang dipilih oleh Abu Bakar dan merupakan salah satu pendapat di antara dua pendapat Imam Syafi’i.
Hal ini didasarkan pada riwayat Az-Zuhri dari Ummu Salamah, yang berkata, “Aku  pernah duduk di sebelah Nabi SAW, tiba-tiba Ibnu Ummi Maktum meminta izin masuk. Kemudian Nabi saw bersabda, ‘Berhijablah kamu daripadanya. ‘Aku berkata, wahai Rasulullah, dia itu tuna netra.’ Beliau menjawab dengan nada bertanya, ‘Apakah  kamu berdua (Ummu Salamah dan Maimunah) juga buta dan tidak melihatnya?” (HR Abu Daud dan lain-lain)
Larangan bagi wanita untuk melihat aurat laki-laki didasarkan pada hipotesis bahwa Allah menyuruh wanita menundukkan pandangannya sebagaimana Dia menyuruh laki-laki berbuat begitu. Juga didasarkan pada hipotesis bahwa wanita itu adalah salah satu dari dua jenis anak Adam (manusia), sehingga mereka haram melihat (aurat) lawan jenisnya. Haramnya bagi wanita ini dikiaskan pada laki-laki (yang diharamkan melihat kepada lawan jenisnya).
Alasan utama diharamkannya melihat itu karena dikhawatirkan terjadinya fitnah. Bahkan kekhawatiran ini pada wanita lebih besar lagi, sebab wanita itu lebih besar syahwatnya dan lebih sedikit (pertimbangan) akalnya.
Nabi SAW bersabda kepada Fatimah binti Qais, “Beriddahlah engkau di rumah Ibnu Ummi Maktum, karena dia seorang tuna netra, engkau dapat melepas pakaianmu sedangkan dia tidak melihatmu.” (Muttafaq alaih)
Aisyah berkata, “Adalah Rasulullah SAW melindungiku dengan selendangnya ketika aku melihat orang-orang Habsyi sedang bernain-main (olahraga) dalam masjid.” (Muttafaq alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan, pada waktu Rasulullah SAW selesai berkhutbah shalat Id, beliau menuju kepada kaum wanita dengan disertai Bilal untuk memberi peringatan kepada mereka, lalu beliau menyuruh mereka bersedekah.
Seandainya wanita dilarang melihat laki-laki, niscaya laki-laki juga diwajibkan berhijab sebagaimana wanita diwajibkan berhijab, supaya mereka tidak dapat melihat laki-laki.
Jadi, memandang itu hukumnya boleh dengan syarat jika tidak dibarengi dengan upaya “menikmati” dan bersyahwat. Jika dengan menikmati dan bersyahwat, maka hukumnya haram. Oleh sebab itu, Allah menyuruh kaum mukminah menundukkan sebagian pandangannya sebagaimana Dia menyuruh laki-laki menundukkan sebagian pandangannya.
Firman Allah: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (QS An-Nur: 30-31)
Memang benar bahwa wanita dapat membangkitkan syahwat laki-laki lebih banyak daripada laki-laki membangkitkan syahwat wanita, dan memang benar bahwa wanita lebih banyak menarik laki-laki, serta wanitalah yang biasanya dicari laki-laki. Namun semua ini tidak menutup kemungkinan bahwa di antara laki-laki ada yang menarik pandangan dan hati wanita karena kegagahan, ketampanan, keperkasaan, dan kelelakiannya, atau karena faktor-faktor lain yang menarik pandangan dan hati perempuan.
Al-Qur’an telah menceritakan kepada kita kisah istri pembesar Mesir dengan pemuda pembantunya, Yusuf, yang telah membuatnya dimabuk cinta. Lihatlah, bagaimana wanita itu mengejar-ngejar Yusuf, dan bukan sebaliknya, serta bagaimana dia menggoda Yusuf untuk menundukkannya seraya berkata, “Marilah ke sini.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah.” (QS An-Nur: 23)
Apabila seorang wanita melihat laki-laki lantas timbul hasrat kewanitaannya, hendaklah ia menundukkan pandangannya. Janganlah ia terus memandangnya, demi  menjauhi timbulnya fitnah, dan bahaya itu akan bertambah besar lagi bila si laki-laki juga memandangnya dengan rasa cinta dan syahwat.
Akhirnya, untuk mendapat keselamatan, lebih baik kita menjauhi tempat-tempat dan hal-hal yang mendatangkan keburukan dan bahaya. Kita memohon kepada Allah  keselamatan dalam urusan agama dan dunia. Amin.

Sumber: Fatwa-Fatwa Kontemporer, Dr. Yusuf Qaradhawi

Apa Yang dimaksud Masjid Al-Aqsha?

Apa Yang dimaksud Masjid Al-Aqsha?

Al-Aqsha Dalam BahayaOleh Syeikh Raid Shalah, Ketua Harakah Islam di wilayah Palestina 48
dakwatunasantri -  Saya menemukan ketidakpahaman dan ketidaktahuan pada sebagian (besar) umat Islam tentang apa yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak? berapa luasnya? dan bangunan apa saja yang ada di dalamnya?
Ketidaktahuan Umat tentang hal ini sudah barang tentu merupakan sebuah fenomena yang menyedihkan. Dari banyak perjalanan yang saya lalui, apakah selama menunaikan ibadah Haji, atau keikutsertaan saya dalam konferensi-konferensi Islam, dan interaksi dengan berbagai elemen Umat baik di musim Haji maupun Umrah, saya punya kesimpulan bahwa kaum Muslimin masih memiliki pemahaman yang salah tentang Masjid Al-Aqsha. Sebagian mereka menyangka bahwa Qubah As-Shakhrah (Dome of The Rock atau masjid berkubah kuning emas) adalah Al-Aqsha. Sebagian lagi mengira, bahwa Mushalla Al-Marwani adalah bangunan tersendiri, bukan merupakan bagian dan tidak ada kaitanya sama sekali dengan Al-Aqsha Al-Mubarak. Sebagian lagi bahkan kebingungan ketika mendengar istilah “Al-Aqsha Al-Mubarak” dan istilah “Al-Aqsha Al-Qadim” (Al-Aqsha kuno). Karenanya saya pikir adalah sesuatu yang urgen dan mendesak untuk mengangkat dan menjelaskan permasalahan ini. Karena tidak bisa dianggap wajar jika seorang muslim atau seorang arab ketika dia tidak mengetahu yang mana Al-Aqsha, karena ketidaktahuan terhadap hakikat Masjid Al-Aqsha yang sesungguhnya adalah awal yang memilukan bagi hilangnya Al-Aqsha Al-Mubarak.
Sebaliknya, mengetahui dan memahami dengan baik (hakikat Masjid Al-Aqsha) merupakan prasyarat mutlak demi terwujudnya kesucian, kemuliaan dan kemerdekaan Al-Aqsha Al-Mubarak, meski orang-orang kafir pasti tidak menyukainya. Karena itu, saya bertanya kepada diri saya pribadi dan kepada Kaum Muslimin, “Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan Al-Aqsha Al-Mubarak itu?”
Mujiruddin Al-Hanbali (seorang Alim yang lahir di kota Al-Quds dan merupakan keturunan dari Abdullah bin Umar bin Khathab*) dalam kitabnya An-Anas Al-Jalil (sebuah buku yang secara panjang lebar menerangkan tentang sejarah Baitul Maqdis sejak didirikannya hingga tahun 900 H/1494 M dan merupakan referensi paling lengkap tentang kehidupan ilmiah pada masa Dinasti Ayub dan Raja-raja Mamluk. **Dia katakan: “ Yang populer di kalangan masyarakat bahwa Al-Aqsha dalam konteks kiblat yaitu keseluruhan bangunan di tengah-tengah Masjid yang di dalamnya terdapat mimbar dan mihrab besar. Padahal sesungguhnya yang dimaksud Al-Aqsha adalah sebutan bagi seluruh komplek Masjid yang dibatasi oleh dinding pembatas. Maka bangunan yang terdapat di dalam masjid dan bangunan-bangunan lainnya, seperti Qubbah As-Shakhrah (Dome of The Rock), ruwaq-ruwaq (mihrab-mihrab masjid) dan bangunan-bangunan baru lainnya adalah bangunan-bangunan baru. Dan yang dimaksud dengan Al-Aqsha adalah komplek yang dibatasi oleh dinding pembatas.” Ad-Dubbagh dalam bukunya Al-Quds mengatakan, “ Al-Haram Al-Qadasi (wilayah haram yang suci) terdiri dari dua bangunan masjid; pertama, Masjid Ash-Shakhrah (atau Qubbah Ash-Shakhrah) dan Masjid Al-Aqsha, serta bangunan-bangunan apa saja yang ada disekitarnya, hingga dinding pembatas sekalipun.”
Dengan dasar ini, jelaslah bagi kita bahwa semua kawasan yang ada di dalam batas dinding Al-Aqsha Al-Mubarak adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Bahkan dindingnya itu sendiri merupakan bagian dari Al-Aqsha. Dalam artian, dinding dan semua pintu gerbang yang ada padanya adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha yang diberkahi. Sebagai contoh, Dinding sebelah Barat adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha, begitu pula dengan Tembok Al-Buraq yang merupakan bagian dari Dinding Barat tersebut adalah juga bagian tak terpisahkan dari masjid Al-Aqsha. Dan Ribath Al-Kurd yang juga bagian dari Dinding Barat, merupakan bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha. Demikian pula dengan semua pintu masuk yang ada di Dinding Barat tersebut seperti Pintu Barat (Bab Al-Magharibah), juga semua bangunan yang ada di Dinding Barat seperti madrasah At-Tankaziyah, semuanya bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Saya, yakin mayoritas Umat Islam belum mengetahui tentang hakikat ini. Dan adalah kewajiban bagi mereka untuk mengetahuinya. Maka bagi yang telah mengetahui hakikat-hakikat ini akan memahami betul bahwa telah terjadi pelanggaran yang nyata terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak hingga saat ini. Seperti, Perombakan dan pengalihfungsian Tembok Al-Buraq yang merupakan bagian dari Al-Aqsha yang sekarang ini terkenal dengan sebutan “Benteng Ratapan” (sebagai bentuk penyesatan makna) adalah salah satu bentuk penistaan yang nyata dan terus-menerus terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak. Juga penutupan Pintu Barat (yang merupakan bagian dari Al-Aqsha) yang dilakukan Israel hingga saat ini. Serta pengalihfungsian Madrasah At-Tankaziyah (yang merupakan bagian dari Al-Aqsha) menjadi barak militer Israel hingga saat ini. Semua itu merupakan bentuk-bentuk pelanggaran yang nyata dan berkesinambungan terhadap Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak. Saya ulangi-ulangi sebagai penegasan, dan siapa saja di antara yang masih tidak paham tentang hal ini, sungguh keterlaluan.
Orang yang mengetahui hakikat Al-Aqsha Al-Mubarak maka secara otomatis akan mengetahui apa bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan secara berkesinambungan dan apa saja penistaan-penistaan nyata yang dilakukan terhadap Al-Aqsha. Dan saya ingin katakan, “Bahwa Benteng Timur dan Benteng Utara serta Selatan yang mengelilingi Al-Aqsha Al-Mubarak dengan semua pintu dan bangunan yang ada padanya adalah bagian tak terpisahkan juga dari Al-Aqsha!! Sungguh tragis petaka yang menimpa Masjid Al-Aqsha hingga detik ini jika dilihat pemahaman yang mengantarkan kita kepada hakikat Al-Aqsha Al-Mubarak ini!! Saya juga ingin menegaskan lagi bahwa semua bangunan yang ada di komplek yang dikelilingi oleh tembok pembatas mirip segi empat ini adalah bagian tak terpisahkan juga dari Al-Aqsha Al-Mubarak!! Maka pelataran berpasir yang ditanami pohon Zaitun dan pepohonan lainnya adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha. Tempat aliran air, kubah-kubah, tembok-tembok pembatas, gapura-gapura serta bangunan-bangunan lainnya adalah bagian tak terpisahkan dari Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak. Saya ulangi lagi, bahwa yang mengetahui dan memahami hakikat inilah yang akan mengerti nestapa dan kegelisahan yang menyelimuti Al-Aqsha Al-Mubarak!! Salah satu bangunannya yang terletak di dalam dinding pembatas telah dialihfungsikan menjadi Pos Polisi Zionis hingga saat ini, dan ini bentuk penodaan nyata yang berkesinambungan terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak. Demikian pula dengan pelataran tanah yang terletak di antara dinding Al-Aqsha, sebagian orang Zionis, terutama, “Yisrael Hawkins” berupaya membangun Sinagog di atasnya, dan menyatakan secara terang-terangan tentang hal itu. Dan bahkan secara terang-terangan mengatakannya kepada saya tentang rencana ini. Maka saya katakan kepadanya, “ Kalau itu yang kalian rencanakan, maka, (sebenarnya) kalian sedang berusaha untuk menyulut terjadinya perang dunia ketiga karena wilayah ini adalah bagian dari Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak. Dan cukup dengan berpikir untuk membangun Sinagog di atasnya kalian telah melakukan penodaan yang nyata terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak!! Termasuk apa yang dilakukan Pemerintah Zionis dengan menutup pintu-pintu yang menjadi akses masuk ke pelataran ini dan bangunan-bangunan yang ada di dalamnya hingga saat ini adalah bentuk pelanggaran nyata terhadap Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak.
Kemudian ingin saya katakan lagi, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa As-Shakhrah Al-Musyarafah (Batu yang dimuliakan) adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Serta Masjid yang dibangun di tengah-tengah komplek Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak dari arah Kiblat (yang oleh Umat Islam sering dipahami sebagai masjid Masjid Al-Aqsha (yang sesungguhnya), padahal bukan itu yang dimaksud Masjid Al-Aqsha (yang sesungguhnya), beserta bangunan-bangunan yang terdapat di bawah masjid ini yang kita sebut dengan istilah “ Al-Aqsha Al-Qadim” (Al-Aqsha Kuno) semuanya adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Begitu pula dengan Mushalla Al-Marwani yang terletak di sebelah tenggara Al-Aqsha adalah juga bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha. Berdasarkan pemahaman ini, maka rencana jahat apapun untuk mengambil atau mengubah Al-Aqsha Al-Qadim dan Mushalla Al-Marwani adalah bentuk konspirasi keji terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak. Dan kita bertahun-tahun tertipu, lalu dengan enteng berseloroh, “Demi terciptanya kedamaian, mengapa tidak kita serahkan saja Mushalla Al-Marwani atau Al-Aqsha Al-Qadim kepada orang-orang Yahudi?!”
Saya katakan: Bangkitlah wahai Kaum Muslimin dan bangsa Arab! Pemikiran seperti ini adalah bentuk pelanggaran keji terhadap Al-Aqsha. Benar! Luka begitu menganga, malam terasa panjang, kegelisahan begitu berat, kesabaran dan sumbangsih yang berkesinambungan. Maka keberanian adalah kesabaran sesaat. Dan keyakinanlah yang mengantarkan kita kepada kepemimpinan dalam beragama. Jika kita tahu apa yang telah dipersembahkan, niscaya dengan sangat mudah dan jelas mengetahui (apa yang bisa kita dapatkan), seperti yang dikatakan Ustadz Muhammad Hasan Syarab dalam bukunya “Baitul Maqdis dan Masjid Al-Aqsha”: “Masjid Al-Aqsha yang disebut dalam surat Al-Isra’ semuanya adalah Al-Haram Al-Qadasi. Tempat, dimana pahala shalat di sana dilipatgandakan. Di penjuru mana saja di komplek yang dikelilingi pagar tembok itu, apakah di ‘Masjid Al-Aqsha’, atau di Qubbah As-Shakhrah, atau di Musalla Al-Marwani atau bahkan di pelataran berpasir yang berada di dalam komplek yang dibatasi dinding tersebut. Setiap rakaat bernilai sama dengan 500 kali rakaat (dalam riwayat lain 1000 rakaat) shalat di masjid-masjid lainnya, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Maka kini saatnya, wahai kaum Muslimin dan bangsa Arab, untuk bangkit dari tidur panjangmu. Dan segera tersadar dari kelengahanmu. (hre/PIC/knrp/hdn)

Hanya Ingin Kau Tahu Saja

Saat hati berbicara
Biarlah ia yang mampu mengeja
Setiap makna di dalamnya
Ketika lisan tak mampu bersuara
Biarkan ia mengendap dalam rasa
Tersimpan sebagai asa saja
Saat aku tak mampu berkata-kata
Ingin sekali kau mengetahuinya
Dari yang tak diketahui siapa-siapa
Aku memang bukan yang teristimewa
Dan bukan insan yang luar biasa
Aku hanya seorang wanita
Hidupku hanya lahir dari mengeja kata
Hidupku berarti karena selalu melisankannya
Sekalipun hanya hati yang bersuara
Bukan pula romantis semu tak bermakna
Bukan juga basa-basi yang tak bernyawa
Tak mengapa…
Selagi nyawaku masih ada
Aku hanya akan terus mengeja
Namamu dalam doa
Doa-doa untukmu yang kucinta
Sebait kata pelepas rasa di jiwa
Yang sulit mungkin ku melafazkannya
Hanya ingin kau tahu saja…
Hanya kau yang paling kucinta
Selamanya.
*untuk suamiku tercinta, Ayatullah