Page

Jumat, 20 April 2012

Kisah Sahabat Nabi: Amr bin Jamuh, Menggapai Surga dengan Kaki Pincang

    Amr bin Jamuh adalah salah seorang pemimpin Yatsrib pada masa jahiliyah. Dia ipar Abdull bin Amr bin Haram, juga kepala suku Bani Salamah yang dihormati yang dihormati karena pemurah dan memiliki peri kemanusiaan yang tinggi serta gemar menolong orang-orang yang membutuhkan

Telah menjadi kebiasaan para bangsawan jahiliyah untuk menempatkan patung di rumah mereka masing-masing. Dengan demikian, mereka bisa mengambil berkah dan dan memuja patung tersebut setiap saat. Selain itu, untuk memudahkan mereka meletakkan sesajen sembari mengadukan keluhan-keluhan mereka pada waktu yang diperlukan.

Patung di rumah Amr bin Jamuh bernama “Manat”. Patung itu terbuat dari kayu, indah dan mahal harganya. Untuk perawatannya, Amr bin Jamuh terkadang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Hampir setiap hari patung itu dibersihkan dan diminyaki dengan wangi-wangian khusus dan mahal.

Tatkala cahaya Islam mulai bersinar di Yatsrib dari rumah ke rumah, usia Amr bin Jamuh sudah lewat 60 tahun. Tiga orang putranya: Mu’awadz, Mu’adz dan Khalad, serta seorang kawan sebaya mereka, Mu’adz bin Jabal, telah masuk Islam di tangan Mush‘ab bin Umair, sang duta Islam. Bersamaan dengan ketiga putranya, masuk Islam pula ibu mereka Hindun, istri Amr bin Jamuh. Amr tidak mengetahui kalau mereka telah masuk Islam.

Saat itu, para bangsawan dan pemuka suku di Yatsrib (Madinah) telah banyak yang masuk Islam. Hindun yang sangat mencintai dan menghormati suaminya khawatir kalau suaminya mati dalam keadaan kafir lalu masuk neraka. Sebaliknya Amr sangat mencemaskan keluarganya yang akan meninggalkan agama nenek moyang mereka. Dia takut putra-putranya terpengaruh oleh dakwah yang disebarkan oleh Mush’ab bin Umair. Karena dalam tempo singkat Mush’ab berhasil merubah agama orang banyak dan menjadikan mereka Muslim.

Oleh sebab itu, Amr selalu berkata kepada istrinya, “Hai Hindun, hati-hatilah menjaga anak-anak, agar mereka jangan sampai bertemu dengan orang itu (Mush ‘ab bin ‘Umair)!”

“Ya," jawab istrinya. "Tapi apakah kau pernah mendengar putra kita bercerita mengenai pemuda itu?”

“Celaka! Apakah Mu’adz telah masuk agama orang itu?" tanya Amr gusar.

“Tidak, bukan begitu! Tetapi Mu’adz pernah hadir dalam majelis orang itu, dia ingat kata-katanya,” jawab istrinya menenteramkan hati Amr.

"Panggillah dia kemari!” perintah suaminya.

Ketika Mu’adz hadir di hadapan ayahnya, Amr berkata, “Coba baca kata-kata yang pernah diucapkan orang itu. Bapak ingin mendengarkannya."

Mu’adz membacakan surat Al-Fatihah kepada bapaknya.

“Alangkah bagus dan indahnya kalimat itu. Apakah setiap ucapannya seperti itu?” tanya Amr.

“Bahkan lebih bagus dari itu. Bersediakah ayah baiat dengannya? Rakyat ayah telah banyak yang baiat dengan dia,” kata Mu’adz.

Orang tua itu diam sebentar. Kemudian dia berkata, “Aku tidak akan melakukannya sebelum musyawarah lebih dahulu dengan Manat. Aku menunggu apa yang dikatakan Manat.”

“Bagaimana Manat bisa menjawab? Bukankah itu benda mati, tidak bisa berpikir dan tidak bisa berbicara?” kata Mu’adz.

“Kukatakan padamu, aku tidak akan mengambil keputusan tanpa dia!” tegas Amr.

Putra-putranya mengetahui benar kapan ayah mereka menyembah berhala itu. Mereka juga tahu kalau hati ayah mereka mulai goyah. Oleh sebab itu, mereka mencari jalan bagaimana cara menghilangkan patung tersebut dari hati Amr bin Jamuh. Salah satu jalannya adalah menyingkirkan berhala tersebut dari rumah mereka dan membuangnya jauh-jauh.

Pada suatu malam, putra-putra Amr dan bersama Mu’adz bin Jabal menyusup ke dalam rumah lalu mengambil berhala tersebut dan membuangnya ke dalam lubang kotoran manusia. Tidak seorang pun yang mengetahui dan melihat perbuatan mereka itu.

Pagi harinya, Amr tidak melihat Manat di tempatnya. Ia bergegas mencari berhala tersebut dan akhirnya menemukan di tempat pembuangan kotoran. Bukan main marahnya Amr bin Jamuh melihat kondisi sesembahannya itu. Setelah membersihkan sang berhala dan memberinya wewangian, ia kembali meletakkannya di tempat semula.

Malam berikutnya, Muadz bin Jabal dan putra-putra Amr memperlakukan berhala itu seperti sebelumnya. Demikian juga pada malam-malam berikutnya. Akhirnya, habislah kesabaran Amr. Diambilnya pedang, kemudian digantungkannya di leher Manat, seraya berkata, " Hai Manat, jika kamu memang hebat, tentu bisa menjaga dirimu dari aniaya orang lain!"

Keesokan harinya, Amr bin Jamuh tidak menemukan berhalanya kembali. Ketika ia cari, benda tersebut ditemukannya di tempat pembuangan hajat, terikat bersama bangkai seekor anjing. Di saat ia keheranan, marah dan kecewa, muncullah beberapa pemuka Madinah yang telah masuk Islam. Sambil menunjuk berhala yang terikat dengan bangkai anjing itu, mereka berusaha mengetuk hati Amr bin Jamuh agar menggapai hidayah Allah.

Akhirnya ia sadar, bahwa Manat tak dapat berbuat apa-apa. Manat ternyata tak mempunyai sifat ketuhanan sedikit pun. Selama ini, ia berpikir bahwa kekayaan yang ia miliki itu datang dari Manat. Sekarang ia sadar, bahwa Manat bukanlah Tuhan yang dapat memberinya rezeki dan petunjuk.

Ia kemudian membersihkan badan dan pakaiannya, memakai wewangian, lalu bergegas menemui Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan keislamannya. Amr bin Jamuh merasakan bagaimana manisnya iman. Dia sangat menyesali dosa-dosanya selama dalam kemusyrikan. Maka setelah masuk Islam, ia mengarahkan seluruh hidupnya, hartanya, dan anak-anaknya dalam menaati perintah Allah dan Rasul-Nya.

Tatkala terjadi Perang Badar, Amr bin Jamuh bersiap-siap hendak turut bergabung, namun sayang Rasulullah tak mengizinkannya turut serta—melihat kondisinya yang renta dan pincang. Beliau memberikan keringanan padanya untuk tidak ikut berperang.

Namun ketika terjadi Perang Uhud, ia pun bersiap-siap hendak turut berjihad. Namun putra-putranya melarang. Ia pun nekat menemui Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, putra-putraku melarangku berbuat kebajikan. Mereka keberatan jika aku ikut berperang karena sudah tua dan pincang. Demi Allah, dengan pincangku ini, aku bertekad meraih surga."

Rasulullah pun akhirnya mengizinkan Amr bin Jamuh turut serta dalam Perang Uhud. Dengan suara mengiba ia memohon kepada Allah SWT, "Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk memperoleh syahid. Jangan kembalikan aku kepada keluargaku."

Tatkala perang berkecamuk, kaum Muslimin berpencar. Amr bin Jamuh berada di barisan paling depan. Dia melompat dan berjingkat seraya mengelebatkan pedangnya ke arah musuh-musuh Allah, sambil berteriak, "Aku ingin surga, aku ingin surga!"

Apa yang didambakan Amr akhirnya terwujud jua. Ia gugur sebagai syahid bersama beberapa sahabat lainnya. Tatkala perang berakhir, Rasulullah SAW memerintahkan untuk memakamkan jasad Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr bin Jamuh dalam satu liang lahat. Semasa hidup, mereka berdua adalah sahabat setia yang saling menyayangi. Dalam riwayat lain disebutkan, Amr bin Jamuh dimakamkan satu liang dengan putranya, Khalad bin Amr.

Setelah 46 tahun berlalu, tanah pemakaman itu dilanda banjir. Kaum Muslimin terpaksa memindahkan jasad para syuhada. Kala itu, Jabir bin Abdullah bin Haram—putra Abdullah bin Amr bin Haram—masih hidup. Bersama keluarganya, ia memindahkan jasad ayahnya, Abdullah bin Haram dan Amr bin Jamuh. Mereka mendapatkan kedua jasad syuhada itu tetap utuh. Tak sedikit pun dari tubuh mereka yang dimakan tanah. Bahkan keduanya seperti tertidur nyenyak dengan bibir menyunggingkan senyum.




Redaktur: cr01
Sumber: 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni

Kisah Sahabat Nabi: Hakim bin Hazam, Keteguhan Hati Seorang Sahabat

REPUBLIKA.CO.ID, Nama lengkapnya Hakim bin Hazam bin Asad bin Abdul Gazi. Ia adalah keponakan Khadijah Al-Kubra, istri tercinta Rasulullah SAW. Sebelum dan setelah kenabian beliau, ia adalah teman akrab Rasulullah.

Sewaktu kaum Quraisy memboikot Rasulullah dan kaum Muslimin, Hakim tidak mau ikut-ikutan, karena menghormati Nabi. Ia baru masuk Islam ketika terjadi penaklukan kota Makkah dan terkenal sebagai orang yang banyak jasa dan dermanya.

Sejarah mencatat, dialah satu-satunya anak yang lahir dalam Ka'bah yang mulia. Pada suatu hari, ibunya yang sedang hamil tua masuk ke dalam Ka'bah bersama rombongan orang-orang sebayanya untuk melihat-lihat Baitullah itu. Hari itu Ka'bah dibuka untuk umum sesuai dengan ketentuan.

Ketika berada dalam Ka'bah, perut si ibu tiba-tiba terasa hendak melahirkan. Dia tidak sanggup lagi berjalan keluar Ka'bah. Seseorang lalu memberikan tikar kulit kepadanya, dan lahirlah bayi itu di atas tikar tersebut. Bayi itu adalah Hakim bin Hazam bin Khuwailid, yaitu anak laki-laki dari saudara Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid.

Hakim bin Hazam dibesarkan dalam keluarga keturunan bangsawan yang terhormat dan kaya raya. Oleh sebab itu, tidak heran kalau dia menjadi orang pandai, mulia, dan banyak berbakti. Dia diangkat menjadi kepala kaumnya dan diserahi urusan rifadah (lembaga yang menangani orang-orang yang kehabisan bekal ketika musim haji) di masa jahiliyah. Untuk itu dia banyak mengorbankan harta pribadinya.

Dia bijaksana dan bersahabat dekat dengan Rasulullah sebelum beliau menjadi Nabi. Sekalipun Hakim bin Hazam lebih tua sekitar lima tahun dari Nabi SAW, tetapi dia lebih suka berteman dan bergaul dengan beliau. Rasulullah mengimbanginya pula dengan kasih sayang dan persahabatan yang lebih akrab. Kemudian ditambah pula dengan hubungan kekeluargaan—karena Rasulullah mengawini bibi Hakim, Khadijah binti Khuwailid—hubungan di antara keduanya bertambah erat.

Walaupun hubungan persahabatan dan kekerabatan antara keduanya demikian erat, ternyata Hakim tidak segera masuk Islam dan mengakui kenabian Muhammad SAW. Namun masuk Islam sesudah pembebasan kota Makkah dari kekuasaan kafir Quraisy, kira-kira dua puluh tahun sesudah Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul.

Orang-orang memperkirakan Hakim bin Hazam—yang dikaruniai Allah akal sehat dan pikiran tajam ditambah dengan hubungan kekeluargaan—serta persahabatan yang akrab dengan Rasulullah—akan menjadi mukmin pertama-tama yang membenarkan dakwah beliau, dan menerima ajarannya dengan spontan. Tetapi Allah berkehendak lain. Dan kehendak Allah jualah yang berlaku.

Setelah memeluk Islam dan merasakan nikmat iman, timbullah penyesalan mendalam di hati Hakim. Dia merasa umurnya hampir habis dalam kemusyrikan dan mendustakan Rasulullah.

Putranya pernah melihat dia menangis, lalu bertanya, "Mengapa ayah menangis?"

"Banyak sekali hal-hal yang menyebabkan ayahmu menangis, hai anakku!" jawab Hakim. "Pertama, keterlambatan masuk Islam menyebabkan aku tertinggal berbuat banyak kebajikan. Seandainya aku nafkahkan emas sepenuh bumi, belum seberapa artinya dibandingkan dengan kebajikan yang mungkin aku peroleh dengan Islam. Kedua, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan dalam Perang Badar dan Uhud. Lalu aku berkata kepada diriku ketika itu, aku tidak lagi akan membantu kaum Quraisy memerangi Muhammad, dan tidak akan keluar dari kota Makkah. Tetapi aku senantiasa ditarik-tarik kaum Quraisy untuk membantu mereka. Ketiga, setiap aku hendak masuk Islam, aku lihat pemimpin-pemimpin Quraisy yang lebih tua tetap berpegang pada kebiasaan-kebiasaan jahiliyah. Lalu aku ikuti saja mereka secara fanatik."

Hakim melanjutkan, "Kini aku menyesal, mengapa aku tidak masuk Islam lebih dini. Yang mencelakakan kita tidak lain melainkan fanatik buta terhadap bapak-bapak dan orang-orang tua kita. Bagaimana aku tidak akan menangis karenanya, hai anakku?"

Rasulullah pun heran terhadap orang-orang yang berpikiran tajam dan berpengetahuan luas macam Hakim bin Hazam, tetapi menutupi diri untuk menerima Islam. Padahal dia dan golongan orang-orang yang seperti dirinya ingin segera masuk Islam.

Semalam sebelum memasuki kota Makkah, Rasulullah bersabda kepada para sahabat, "Di Makkah terdapat empat orang yang tidak suka kepada kemusyrikan, dan lebih cenderung kepada Islam."

"Siapa mereka itu, ya Rasulullah," tanya para sahabat.

"Mereka adalah Attab bin Usaid, Jubair bin Muth'im, Hakim bin Hazam, dan Suhail bin Amr. Maka dengan karunia Allah, mereka masuk Islam secara serentak," jawab Rasulullah .

Ketika Rasulullah masuk kota Makkah sebagai pemenang, beliau tidak ingin memperlakukan Hakim bin Hazam, melainkan dengan cara terhormat. Maka beliau perintahkan agar disampaikan beberapa pengumuman. "Siapa yang mengaku tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan mengaku bahwa Muhammad sesungguhnya hamba Allah dan Rasul-Nya, dia aman. Siapa yang duduk di Ka'bah, lalu meletakkan senjata, dia aman. Siapa yang mengunci pintu rumahnya, dia aman. Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, dia aman. Siapa yang masuk ke rumah Hakim bin Hazam, dia aman."

Rumah Hakim bin Hazam terletak di kota Makkah bagian bawah, sedang rumah Abu Sufyan bin Harb terletak di bagian atas kota Makkah. Hakim bin Hazam kemudian memeluk Islam dengan sepenuh hati, dengan iman yang mendarah daging di kalbunya. Dia bersumpah akan selalu menjauhkan diri dari kebiasaan-kebiasaan jahiliyah dan menghentikan bantuan dana kepada Quraisy untuk memenuhi kebutuhan Rasulullah dan para sahabat beliau. Hakim menepati sumpahnya dengan sungguh-sungguh.

Setelah masuk Islam, Hakim bin Hazam pergi menunaikan ibadah haji. Dia membawa seratus ekor unta yang diberinya pakaian kebesaran yang megah. Kemudian unta-unta itu disembelihnya sebagai kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Waktu haji tahun berikutnya, dia wukuf di Arafah beserta seratus orang hamba sahayanya. Masing-masing sahaya tergantung di lehernya sebuah kalung perak bertuliskan kalimat, "Bebas karena Allah Azza wa jalla, dari Hakim bin Hazam". Selesai menunaikan ibadah haji, semua budak itu dimerdekakan.

Ketika naik haji ketiga kalinya, Hakim bin Hazam mengurbankan seribu ekor biri-biri yang disembelihnya di Mina, untuk dimakan dagingnya oleh fakir miskin, guna mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.

Seusai Perang Hunain, Hakim bin Hazam meminta harta rampasan kepada Rasulullah, yang kemudian diberi oleh beliau. Kemudian ia meminta lagi, diberikan lagi oleh Rasulullah. Beliau lalu berkata kepada Hakim, "Sesungguhnya harta itu manis dan enak. Siapa yang mengambilnya dengan rasa syukur dan rasa cukup, dia akan diberi berkah dengan harta itu. Dan siapa yang mengambilnya dengan nafsu serakah, dia tidak akan mendapat berkah dengan harta itu. Bahkan dia seperti orang makan yang tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang di atas (memberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (meminta atau menerima).”

Mendengar sabda Rasulullah tersebut, Hakim bin Hazam bersumpah, "Ya Rasulullah, demi Allah yang mengutus engkau dengan agama yang hak, aku berjanji tidak akan meminta-minta apa pun kepada siapa saja sesudah ini. Dan aku berjanji tidak akan mengambil sesuatu dari orang lain sampai aku berpisah dengan dunia."

Sumpah tersebut dipenuhi Hakim dengan sungguh-sungguh. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, dia disuruh agar mengambil gajinya dari Baitul Mal, tetapi dia tidak mengambilnya. Tatkala jabatan khalifah pindah kepada Umar bin Khathab, Hakim pun tidak mau mengambil gajinya setelah dipanggil beberapa kali.

Khalifah Umar mengumumkan di hadapan orang banyak, "Wahai kaum Muslimin, aku telah memanggil Hakim bin Hazam beberapa kali supaya mengambil gajinya dari Baitul Mal, tetapi dia tidak mengambilnya."

Demikianlah, sejak mendengar sabda Rasulullah itu, Hakim selamanya tidak mau mengambil sesuatu dari seseorang sampai dia meninggal.


Redaktur: cr01
Sumber: Shuwar Min Hayaatis Shahabah karya Abdurrahman Ra’fat Basya

Kisah Sahabat Nabi: Ja'far bin Abu Thalib, Si Burung Surga

REPUBLIKA.CO.ID, Ja'far bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim masuk Islam sejak awal dan sempat mengikuti hijrah ke Habasyah. Ia malah sempat mendakwahkan Islam di daerah itu.

Dalam Perang Muktah, ia diserahi tugas menjadi pemegang bendera Islam. Setelah tangan kanannya terpotong dia memegang bendera dengan tangan kiri. Namun tangan kirinya juga terpotong, sehingga dia memegang bendera itu dengan dadanya. Akhirnya, ia mati syahid dengan tubuh penuh luka dan sayatan pedang.

Di kalangan Bani Abdi Manaf ada lima orang yang sangat mirip dengan Rasulullah SAW, sehingga seringkali orang salah menerka. Mereka itu adalah Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthallib, sepupu sekaligus saudara sesusuan beliau. Qutsam Ibnul Abbas bin Abdul Muthallib, sepupu Nabi. Saib bin Ubaid bin Abdi Yazin bin Hasyim. Ja’far bin Abu Thalib, saudara Ali bin Abu Thalib. Dan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, cucu Rasulullah SAW. Dan Ja'far bin Abu Thalib adalah orang yang paling mirip dengan Nabi SAW di antara mereka berlima.

Ja’far dan istrinya, Asma’ bin Umais, bergabung dalam barisan kaum Muslimin sejak dari awal. Keduanya menyatakan Islam di hadapan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum Rasulullah SAW masuk ke rumah Al-Arqam.

Pasangan suami istri Bani Hasyim yang muda belia ini tidak luput pula dari penyiksaan kaum kafir Quraisy, sebagaimana yang diderita kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam. Namun mereka bersabar menerima segala cobaan yang menimpa.

Namun yang merisaukan mereka berdua adalah kaum Quraisy membatasi geraknya untuk menegakkan syiar Islam dan melarangnya untuk merasakan kelezatan ibadah. Maka Ja’far bin Abu Thalib beserta istrinya memohon izin kepada Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah bersama-sama dengan para sahabat lainnya. Rasulullah SAW pun mengizinkan.

Ja'far pun menjadi pemimpin kaum Muslimin yang berangkat ke Habasyah. Mereka merasa lega, bahwa Raja Habasyah (Najasyi) adalah orang yang adil dan saleh. Di Habasyah, kaum Muslimin dapat menikmati kemanisan agama yang mereka anut, bebas dari rasa cemas dan ketakutan yang mengganggu dan yang menyebabkan mereka hijrah.

Ja’far bin Abu Thalib beserta istri tinggal dengan aman dan tenang dalam perlindungan Najasyi yang ramah tamah itu selama sepuluh tahun.

Pada tahun ke-7 Hijriyah, kedua suami istri itu meninggalkan Habasyah dan hijrah ke Yatsrib (Madinah). Kebetulan Rasulullah SAW baru saja pulang dari Khaibar. Beliau sangat gembira bertemu dengan Ja’far sehingga karena kegembiraannya beliau berkata, "Aku tidak tahu mana yang menyebabkan aku gembira, apakah karena kemenangan di Khaibar atau karena kedatangan Ja’far?"

Begitu pula kaum Muslimin umumnya, terlebih fakir miskin, mereka juga bergembira dengan kedatangan Ja’far. Ia adalah sosok yang sangat penyantun dan banyak membela golongan dhuafa, sehingga digelari Abil Masakin (bapak orang-orang miskin).

Abu Hurairah bercerita tentang Ja’far, "Orang yang paling baik kepada kami (golongan orang-orang miskin) ialah Ja’far bin Abu Thalib. Dia sering mengajak kami makan di rumahnya, lalu kami makan apa yang ada. Bila makanannya sudah habis, diberikannya kepada kami pancinya, lalu kami habiskan sampai dengan kerak-keraknya."

Belum begitu lama Ja’far tinggal di Madinah, pada awal tahun ke-8 Hijriyah, Rasululalh SAW menyiapkan pasukan tentara untuk memerangi tentara Romawi di Muktah. Beliau mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi komandan pasukan.

Rasulullah berpesan, "Jika Zaid tewas atau cidera, komandan digantikan Ja’far bin Abi Thalib. Seandainya Ja’far tewas atau cidera pula, dia digantikan Abdullah bin Rawahah. Dan apabila Abdullah bin Rawahah cidera atau gugur pula, hendaklah kaum muslmin memilih pemimpin/komandan di antara mereka."

Setelah pasukan sampai di Muktah, yaitu sebuah kota dekat Syam dalam wilayah Yordania, mereka mendapati tentara Romawi telah siap menyambut dengan kekuatan 100.000 pasukan inti yang terlatih, berpengalaman, dan membawa persenjataan lengkap. Pasukan mereka juga terdiri dari 100.000 milisi Nasrani Arab dari kabilah-kabilah Lakham, Judzam, Qudha’ah, dan lain-lain. Sementara, tentara kaum Muslimin yang dipimpin Zaid bin Haritsah hanya berkekuatan 3.000 tentara.

Begitu kedua pasukan yang tidak seimbang itu berhadap-hadapanan, pertempuran segera berkobar dengan hebatnya. Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid ketika dia dan tentaranya sedang maju menyerbu ke tengah-tengah musuh.

Melihat Zaid jatuh, Ja’far segera melompat dari punggung kudanya, kemudian secepat kilat disambarnya bendera komando Rasulullah dari tangan Zaid, lalu diacungkan tinggi-tinggi sebagai tanda pimpinan kini beralih kepadanya. Dia maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil mengibaskan pedang kiri dan kanan memukul rubuh setiap musuh yang mendekat kepadanya. Akhirnya musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya.

Ja’far berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah musuh yang mengepungnya. Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan hebat. Suatu ketika tangan kanannya terkena sabetan musuh sehingga buntung. Maka dipegangnya bendera komando dengan tangan kirinya.

Tangan kirinya putus pula terkena sabetan pedang musuh. Dia tidak gentar dan putus asa. Dipeluknya bendera komando ke dadanya dengan kedua lengan yang masih utuh. Namun tidak berapa lama kemudian, kedua lengannya tinggal sepertiga saja dibuntung musuh. Ja'far pun syahid menyusul Zaid.

Secepat kilat Abdullah bin Rawahah merebut bendera komando dari komando Ja’far bin Abu Thalib. Pimpinan kini berada di tangan Abdullah bin Rawahah, sehingga akhirnya dia gugur pula sebagai syahid, menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid lebih dahulu.

Rasulullah SAW sangat sedih mendapat berita ketiga panglimanya gugur di medan tempur. Beliau pergi ke rumah Ja’far, didapatinya Asma’, istri Ja’far, sedang bersiap-siap menunggu kedatangan suaminya. Dia mengaduk adonan roti, merawat anak-anak, memandikan dan memakaikan baju mereka yang bersih.

Asma’ bercerita, "Ketika Rasulullah mengunjungi kami, terlihat wajah beliau diselubungi kabut sedih. Hatiku cemas, tetapi aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi, karena aku takut mendengar berita buruk. Beliau memberi salam dan menanyakan anak-anak kami. Beliau menanyakan mana anak-anak Ja’far, suruh mereka ke sini.”

Asma' kemudian memanggil mereka semua dan disuruhnya menemui Rasulullah SAW. Anak-anak Ja'far berlompatan kegirangan mengetahui kedatangan beliau. Mereka berebutan untuk bersalaman kepada Rasulullah. Beliau menengkurapkan mukanya kepada anak-anak sambil menciumi mereka penuh haru. Air mata beliau mengalir membasahi pipi mereka.

Asma' bertanya, "Ya Rasulullah, demi Allah, mengapa anda menangis? Apa yang terjadi dengan Ja’far dan kedua sahabatnya?"

Beliau menjawab, "Ya, mereka telah syahid hari ini."

Mendengar jawaban beliau, maka reduplah senyum kegirangan di wajah anak-anak, apalagi setelah mendengar ibu mereka menangis tersedu-sedu. Mereka diam terpaku di tempat masing-masing, seolah-olah seekor burung sedang bertengger di kepala mereka.

Rasulullah berdoa sambil menyeka air matanya, "Ya Allah, gantilah Ja’far bagi anak-anaknya... Ya Allah, gantilah Ja’far bagi istrinya."

Kemudian beliau bersabda, "Aku melihat, sungguh Ja’far berada di surga. Dia mempunyai dua sayap berlumuran darah dan bertanda di kakinya."

dipublikasikan kembali oleh ; dakwatunasantri.blogspot.com
 
Redaktur: cr01
Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah/Ahlul Hadist

Ke Markas PBB, Nonton Langsung Sidang Umum Tanpa Suara dan Tak Boleh Memotret

Ke Markas PBB, Nonton Langsung Sidang Umum
Tanpa Suara dan Tak Boleh Memotret
  
 NEWYORK (RP) - Rombongan Outstanding Student for The World Kemenlu 2011 dapat kesempatan langka.

Pelajar berprestasi internasional dari sembilan provinsi itu bisa melihat langsung proses sidang di General Assembly United Nations Rabu (9/11) waktu New York (Rabu 9/11 dinihari WIB).

Rombongan ini melihat sidang PBB itu dari atas balkon dengan tanpa suara dan tak boleh memotret. ‘’Selamat datang di tanah internasional. Di sini kita sudah bukan di Amerika,’’ ujar Ellie Hobeika, staf Sekretariat Jendral PBB yang menyambut rombongan.

Ruang sidang Majelis Umum PBB memiliki pola melingkar dengan tempat duduk untuk delegasi per negara. Jumlahnya 193 negara ditambah Palestina dan Vatikan sebagai observer (pengamat). 

 ‘’Urutan duduknya tak berdasar alfabet atau penyumbang terbesar, tapi dikocok seperti undian,’’ kata Ellie.

Masing-masing negara anggota memang harus menyumbang ke PBB sebagai bagian dari kewajiban internasional. Sumbangan terkecil menurut Ellie adalah 22 ribu dolar AS per tahun.

‘’Negara-negara kecil seperti Zaire, Liberia atau Albania tentu tak bisa menyumbang banyak,’’ katanya.

Komplek markas besar PBB terdiri dari empat gedung utama. Luasnya mencapai 18 hektare.

‘’Dulu sebelum dibangun, di sini adalah slaughter house (tempat penyembelihan hewan),’’ kata Ellie yang berasal dari Libanon itu. Gedung mulai dibangun pada 1947 saat pengusaha John D Rocckerfeller menyumbangkan dana untuk PBB dan selesai dua tahun setelahnya. Bagian gedung yang tertinggi mencapai 153,9 meter dengan 39 lantai.

Di salah satu bagian gedung, Ellie menunjukkan koleksi ranjau-ranjau darat yang sedang ‘’diperangi’’ PBB. Ranjau itu beraneka bentuk.

‘’Ini ranjau yoyo, harganya hanya sekitar tiga dolar AS (sekitar Rp27 ribu, red) tapi sangat mengerikan karena menargetkan anak-anak kecil sebagai sasaran,’’ katanya. Ranjau yoyo sering digunakan dalam konflik di negara negara Afrika.

Ellie lantas mengajak JPNN dan tim ke ruang yang sangat penting bagi tata pergaulan internasional.

Yakni, ruang Security Council atau Dewan Keamanan PBB. Di ruangan itu, keputusan untuk memerangi atau memberi sanksi pada suatu negara diambil. Dewan Keamanan memiliki lima anggota tetap yakni AS, Inggris, Cina, Rusia, dan Prancis dan 10 anggota tak tetap.

‘’Di ruangan ini sebuah perang bisa dicegah atau justru dimulai. Di sini juga tempat mengeluarkan sanksi internasional  seperti untuk Iran dan Libya yang baru saja dikeluarkan,’’ kata Ellie.

Pengamanan ruang Security Council lebih ketat dibanding bagian gedung yang lain karena tentu bagian ini lebih strategis menjadi target serangan terorisme.

Di lantai paling bawah, ada toko souvenir resmi PBB. Yang dijual adalah oleh-oleh khas dari 193 negara anggota PBB. Barang dari Indonesia yang dijual di situ adalah koleksi mutu manikam dan intan dari Martapura, Kalimantan Selatan. Kalung-kalung itu dijual dengan harga terendah 399 dolar AS (sekitar Rp3,6 juta).

Rombongan OSTW juga berkesempatan diskusi dengan pimpinan UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) di kantornya. UNESCO adalah badan dalam PBB yang fokus pada isu pendidikan, kebudayaan dan komunikasi.

‘’Youth and better generation are our main focus (pemuda dan generasi masa depan adalah prioritas utama kami, red),’’ ujar Senior Officer UNESCO Suzanne Bilello. Suzanne agak terperangah saat masing-masing tim OSTW memperkenalkan diri.

‘’Anda semua hebat, ada yang juara Olimpiade Biologi, Olimpiade Robot, Olimpiade Debat. Wow luar biasa,’’ katanya.

UNESCO juga ‘mewawancarai’ tim soal kurikulum pendidikan di Indonesia. Ruth Nainggolan dari SMA 81 Jakarta mengeluhkan sistem SMA di Indonesia yang hanya menjuruskan siswa jadi IPA dan IPS.

‘’Saya lihat SMA di AS sangat asyik, bisa memilih sendiri pilihan studi yang diinginkan,’’ kata anggota tim debat bahasa Inggris di Skotlandia ini.

Wisnu Aryo Setyo dari Bandung menambahkan, soal ujian nasional yang dibuat setara antara soal untuk siswa SMA di Jakarta dan siswa SMA di Papua. ‘’Padahal akses untuk pendidikan tentu beda. Bisakah UNESCO bertindak untuk hal ini,’’ katanya.

Menurut Suzanne, UNESCO tak bisa langsung ikut campur dalam penentuan kurikulum sekolah di negara-negara anggota PBB. ‘’Tapi kami bisa membahasnya di konferensi-konferensi para pendidik yang rutin kami adakan,’’ katanya.

Pimpinan rombongan Firdaus Dahlan dari Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri justru bangga dengan kejujuran siswa Indonesia di depan pimpinan UNESCO.

‘’Ini menunjukkan freedom of speech atau kebebasan berpendapat di kalangan siswa Indonesia. Itu pilar demokrasi yang penting,’’ katanya.(rdl)

Kamis, 19 April 2012

Stanning Dilarang Dalam Islam


Fatwa resmi larangan penyembelihan hewan sapi di Rumah Potong Hewan (RBH) Tampan, baru akan dirilis atau diumumkan MUI Kota Pekanbaru, selambat-lambatnya awal pekan depan.

Namun Ketua MUI Kota Pekanbaru Dr Akbarizan berpendapat tidak dibenarkan secara syariat Islam dan berdosa besar jika metode tersebut dilakukan Dinas Pertanian Kota Pekanbaru.

‘’Secara resmi fatwa MUI Kota Pekanbaru tentang larangan penyembelihan sapi dengan cara stanning atau membuat pingsan hewan sapi sebelum disembelih, seperti yang dilakukan RPH Tampan itu, selambatnya pekan depan akan diumumkan. Dalam waktu dekat ini MUI Pekanbaru dan Provinsi Riau juga akan meninjau RPH itu,’’ sebut Majelis Fatwa MUI Kota Pekanbaru, Akbarizan kepada Riau Pos, Kamis (12/1).

Namun demikian, cara penyembelihan sapi seperti yang dilakukan di RBH Tampan tersebut, dengan tegas tidak dibenarkan MUI dan diminta untuk dihentikan karena tidak  sesuai dengan aturan agama Islam dalam penyembelihan hewan.

‘’Mereka itu berdosa besar jika benar menyembelih sapi di RPH itu menggunakan sistem stanning atau membuat pingsan hewan sapi. Penyembelihan sapi yang sesuai agama Islam yaitu sapi harus dalam keadaan sadar, tidak boleh dibuat pingsan seperti itu,’’ ujarnya.

Alasan lain ketidakbolehan sistem stanning papar Akbarizan, karena darah hewan yang disembelih berhenti mengalir alias tidak mengalir.

‘’Hewan yang disembelih harus sadar agar darah mengalir keluar melalui lehernya. Jika hewan tersebut pingsan saat disembelih, maka darahnya berhenti dan banyak bakteri dan penyakit pada hewan yang disembelih tersebut. Dan penyembelihan itu tidak dibenarkan agama Islam,’’ tegasnya lagi.

Akbarizan membenarkan pernyataan Distan kalau sudah mengantongi sertifikat dari MUI Provinsi Riau. Namun itu hanya sertifikat yang dikeluarkan MUI Provinsi Riau agar RPH Tampan melakukan penyembelihan hewan sapi sesuai atau mengikuti ketentuan peraturan agama Islam
 
 Bukan hanya MUI Pekanbaru yang mempermasalahkan metode stanning dalam pemotongan Hewan, akan tetapi MUI Provinsi Banten juga sedang mengkaji untuk mengeluarkan Fatwanya setelah melakukan survei langsung ke tempat pemotongan hewan tersebut di jakarta. Dikatakan oleh pengurus RPH tersebut bahwasanya pemotongan dengan cara stunning dilakukan supaya tidak menyiksa hewan "sapi" tersebut dan melaksanakan hak asasi hewan, akan tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan tembakan dan setelah dikuliti "untuk di periksa" kulit "kepala" sapi tersebut ditemukan bekas merah pada tengkorak akibat tembakan itu, meskipun menurut mereka daging tersebut hanya untuk pasar Australia, imbuh pengurus MUI Banten.
 
 ’Sertifikat dari MUI provinsi memang ada, tetapi itu sertifikasi halal dan agar RPH itu mengikuti peraturan ketentuan penyembelihan secara agama Islam. Kalau penyembelihan sapi dengan cara dipingsankan atau disentrum, ya tidak ada diizinkan atau mendapat sertifikat dari MUI,’’ tuturnya. (noi)

Minggu, 15 April 2012

Apakah Nyamuk Memakan Darah? Al-Quran Dan Biologi

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Apakah Nyamuk Memakan Darah?Dalam Alqur'an, Allah seringkali menyeru manusia untuk mempelajari alam dan menyaksikan "ayat-ayat" yang ada padanya. Semua makhluk hidup dan tak hidup di jagat raya ini dipenuhi "ayat" yang menunjukkan bahwa alam semesta seisinya telah diciptakan. Di samping itu alam ini adalah pencerminan dari ke-Mahakuasaan, Ilmu dan Kreasi Penciptanya. Adalah wajib bagi manusia untuk memahami ayat-ayat ini melalui akalnya, sehingga ia pun pada akhirnya menjadi hamba yang tunduk patuh di hadapan Allah.

Kendatipun semua makhluk hidup adalah ayat Allah, uniknya ada sejumlah binatang yang secara khusus disebut dalam Alqur'an. Satu diantaranya adalah nyamuk:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ

"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Rabb mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?" Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik." (QS. Al-Baqarah, 2:26).

Mungkin banyak di antara kita yang menganggap nyamuk sebagai serangga yang biasa saja, atau bahkan menjengkelkan karena suka mengganggu orang tidur. Akan tetapi pernyataan: "Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu" semestinya mendorong kita untuk memikirkan keajaiban binatang yang satu ini.

Pemakan madu bunga

Apakah Nyamuk Memakan Darah?Anggapan banyak orang bahwa nyamuk adalah penghisap dan pemakan darah tidaklah sepenuhnya benar. Hanya nyamuk betina yang menghisap darah dan bukan yang jantan. Di samping itu, nyamuk betina menghisap darah bukan untuk kebutuhan makan mereka. Sebab baik nyamuk jantan maupun betina, keduanya hidup dengan memakan "nectar", yakni cairan manis yang disekresikan oleh bunga tanaman (sari madu bunga). Satu-satunya alasan mengapa nyamuk betina, dan bukan jantan, menghisap darah adalah karena darah mengandung protein yang dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan telur nyamuk. Dengan kata lain, nyamuk betina menghisap darah untuk mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya.

Perubahan warna

Apakah Nyamuk Memakan Darah?Proses perkembangan nyamuk merupakan peristiwa yang paling menakjubkan. Di bawah ini uraian singkat tentang metamorfosis nyamuk dimulai dari larva mungil melalui sejumlah fase perkembangan yang berbeda hingga pada akhirnya menjadi nyamuk dewasa.

Nyamuk betina menaruh telurnya, yang diberi makan berupa darah agar dapat tumbuh dan berkembang, pada dedaunan lembab atau kolam-kolam yang tak berair di musim panas atau gugur. Sebelumnya, nyamuk betina ini menjelajahi wilayah yang ada dengan sangat teliti menggunakan reseptornya yang sangat peka yang terletak pada perutnya. Setelah menemukan tempat yang cocok, nyamuk mulai meletakkan telur-telurnya. Telur yang panjangnya kurang dari 1 mm ini diletakkan secara teratur hingga membentuk sebuah barisan teratur. Beberapa spesies nyamuk meletakkan telur-telurnya sedemikian hingga berbentuk seperti sebuah sampan. Beberapa koloni telur ini ada yang terdiri dari 300 buah telur.

Telur-telur yang berwarna putih ini kemudian berubah warna menjadi semakin gelap, dan dalam beberapa jam menjadi hitam legam. Warna gelap ini berfungsi untuk melindungi telur-telur tersebut agar tidak terlihat oleh serangga maupun burung pemangsa. Sejumlah larva-larva yang lain juga berubah warna, menyesuaikan dengan warna tempat di mana mereka berada, hal ini berfungsi sebagai kamuflase agar tidak mudah terlihat oleh pemangsa.

Larva-larva ini berubah warna melalui berbagai proses kimia yang terjadi pada tubuhnya. Tidak diragukan lagi bahwa telur, larva maupun nyamuk betina bukanlah yang menciptakan sendiri ataupun mengendalikan berbagai proses kimia yang mengakibatkan perubahan warna tersebut seiring dengan perjalanan metamorfosis nyamuk. Mustahil pula jika sistem yang kompleks ini terjadi dengan sendirinya. Kesimpulannya adalah nyamuk telah diciptakan secara lengkap beserta dengan sistem perkembangbiakannya sejak pertama kali ia ada. Dan Pencipta yang Maha Sempurna ini adalah Allah.

Hidup sebagai larva

Apakah Nyamuk Memakan Darah?Ketika periode inkubasi telur telah berlalu, para larva lalu keluar dari telur-telur mereka dalam waktu yang hampir bersamaan. Larva (jentik nyamuk) yang makan terus-menerus ini tumbuh sangat cepat hingga pada akhirnya kulit pembungkus tubuhnya menjadi sangat ketat dan sempit. Hal ini tidak memungkinkan tubuhnya untuk tumbuh membesar lagi. Ini pertanda bahwa mereka harus mengganti kulit. Pada tahap ini, kulit yang keras dan rapuh ini dengan mudah pecah dan mengelupas. Para larva tersebut mengalami dua kali pergantian kulit sebelum menyelesaikan periode hidup mereka sebagai larva.

Jentik nyamuk mendapatkan makanan dengan cara yang menakjubkan. Mereka membuat pusaran air kecil dalam air dengan menggunakan bagian ujung dari tubuh mereka yang ditumbuhi bulu sehingga mirip kipas. Kisaran air tersebut menyebabkan bakteri dan mikro-organisme lainnya tersedot dan masuk ke dalam mulut larva nyamuk. Proses pernapasan jentik nyamuk, yang posisinya terbalik di bawah permukaan air, terjadi melalui sebuah pipa udara yang mirip dengan "snorkel" (pipa saluran pernapasan) yang biasa digunakan oleh para penyelam. Tubuh jentik mengeluarkan cairan yang kental yang mampu mencegah air untuk memasuki lubang tempat berlangsungnya pernapasan. Sungguh, sistem pernapasan yang canggih ini tidak mungkin dibuat oleh jentik itu sendiri. Ini tidak lain adalah bukti ke-Mahakuasaan Allah dan kasih sayang-Nya pada makhluk yang mungil ini, agar dapat bernapas dengan mudah.

Saat meninggalkan kepompong

Pada tahap larva (jentik), terjadi pergantian kulit sekali lagi. Pada tahap ini, larva tersebut berpindah menuju bagian akhir dari perkembangan mereka yakni tahap kepompong (pupal stage). Ketika kulit kepompong terasa sudah sempit dan ketat, ini pertanda bagi larva untuk keluar dari kepompongnya.

Apakah Nyamuk Memakan Darah?Selama masa perubahan terakhir ini, larva nyamuk menghadapi tantangan yang membahayakan jiwanya, yakni masuknya air yang dapat menyumbat saluran pernapasan. Hal ini dikarenakan lubang pernapasannya, yang dihubungkan dengan pipa udara dan menyembul di atas permukaan air, akan segera ditutup. Jadi sejak penutupan ini, dan seterusnya, pernapasan tidak lagi melalui lubang tersebut, akan tetapi melalui dua pipa yang baru terbentuk di bagian depan nyamuk muda. Tidak mengherankan jika dua pipa ini muncul ke permukaan air sebelum pergantian kulit terjadi (yakni sebelum nyamuk keluar meninggalkan kepompong). Nyamuk yang berada dalam kepompong kini telah menjadi dewasa dan siap untuk keluar dan terbang. Binatang ini telah dilengkapi dengan seluruh organ dan organelnya seperti antena, kaki, dada, sayap, abdomen dan matanya yang besar.

Kemunculan nyamuk dari kepompong diawali dengan robeknya kulit kepompong di bagian atas. Resiko terbesar pada tahap ini adalah masuknya air ke dalam kepompong. Untungnya, bagian atas kepompong yang sobek tersebut dilapisi oleh cairan kental khusus yang berfungsi melindungi kepala nyamuk yang baru "lahir" ini dari bersinggungan dengan air. Masa-masa ini sangatlah kritis. Sebab tiupan angin yang sangat lembut sekalipun dapat berakibatkan kematian jika nyamuk muda tersebut jatuh ke dalam air. Nyamuk muda ini harus keluar dari kepompongnya dan memanjat ke atas permukaan air dengan kaki-kakinya sekedar menyentuh permukaan air.

Begitulah, seringkali hati kita tertutupi dari memahami kebesaran Allah pada makhluknya yang tampak kecil dan tak berarti. Kalau nyamuk yang kecil ternyata menyimpan keajaiban ciptaan Allah yang begitu besar, bagaimana dengan makhluk-Nya yang lebih besar dan lebih sering kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari? Wallaahu a'lam.

#Sumber
HarunYahya.com
dakwatunasantri.blogspot.com

Batang Tenggorokan Bukti Kuasa Allah

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Struktur tenggorokan adalah contoh dari sistem yang sempurna dalam tubuh manusia.

Dinding tenggorokan didukung oleh C-tulang rawan berbentuk cincin. Hal ini memungkinkan pergerakan ke arah yang berbeda.

Jika pipa saluran udara hanya terbuat dari daging, maka kelembutan yang dihasilkan akan menyebabkan penyumbatan konstan, yang akan membuat kita sulit untuk bernapas.

Jika terbuat dari sesuatu yang keras seperti tulang, maka gerakan kita sebagian besar akan terbatas.

Batang Tenggorokan Bukti Kuasa Allah
Namun struktur yang terdiri dari tulang rawan yang membentuk pipa saluran udara sangat cocok untuk semua jenis gerakan, dan selalu tetap terbuka karena fleksibilitasnya.

Ada lagi sistem yang sangat khusus tepat di pintu masuk ke batang tenggorokan. Sistem ini menyelamatkan hidup kita setiap kali kita memakan sesuatu. Bagaimana?

Kerongkongan dan batang tenggorok berdampingan di tenggorokan. Satu kemungkinan bahwa ketika memakan makanan akan terjebak dalam tenggorokan dan tercekik sendiri. Namun tidak demikian. Meskipun kita terus makan dan bernapas, makanan tidak pernah tersangkut dalam tenggorokan kita. Jadi apa yang melindungi kita ketika makan?

Ada lipatan kecil dari tulang rawan elastis yang disebut kelep lekum kanan di pintu masuk ke batang tenggorokan.

flap ini secara otomatis menutup pintu masuk ke tenggorokan saat menelan.

Selama ribuan makanan yang kita makan, dari masa bayi sampai saat ini, kita telah menelan puluhan ribu kali. Dan setiap kali flap kecil menutup jalan masuk ke tenggorokan kita di saat yang tepat. Meskipun kita tidak menyadari keberadaannya dan tidak mampu mengendalikan hal itu ,flap kecil telah menyelamatkan hidup kita dengan menutup pintu masuk ke tenggorokan Anda pada saat yang tepat.

Dengan tidak adanya sistem itu, seorang manusia akan tercekik saat pertama ia menggigit makanan. Ini adalah satu lagi bukti bahwa Allah menciptakan semua fitur yang dimiliki oleh manusia.

dakwatunasantri.blogspot.com 

#Sumber
HarunYahya.com

Quran in English translation. (Al-Mulk)


The Sovereignty
In the name of Allah, the Beneficent, the Merciful.
[67:1]
Blessed is He in Whose hand is the Sovereignty, and, He is Able to do all things.

[67:2]
Who hath created life and death that He may try you which of you is best in conduct; and He is the Mighty, the Forgiving,

[67:3]
Who hath created seven heavens in harmony. Thou (Muhammad) canst see no fault in the Beneficent One’s creation; then look again: Canst thou see any rifts ?

[67:4]
Then look again and yet again, thy sight will return unto thee weakened and made dim.

[67:5]
And verily We have beautified the world’s heaven with lamps, and We have made them missiles for the devils, and for them We have prepared the doom of flame.

[67:6]
And for those who disbelieve in their Lord there is the doom of hell, a hapless journey’s end!

[67:7]
When they are flung therein they hear its roaring as it boileth up,

[67:8]
As it would burst with rage. Whenever a (fresh) host is flung therein the wardens thereof ask them: Came there unto you no warner ?

[67:9]
They say: Yea, verily, a warner came unto us; but we denied and said: Allah hath naught revealed; ye are in naught but a great error.

[67:10]
And they say: Had we been wont to listen or have sense, we had not been among the dwellers in the flames.

[67:11]
So they acknowledge their sins; but far removed (from mercy) are the dwellers in the flames.

[67:12]
Lo! those who fear their Lord in secret, theirs will be forgiveness and a great reward.

[67:13]
And keep your opinion secret or proclaim it, lo! He is Knower of all that is in the breasts (of men).

[67:14]
Should He not know what He created ? And He is the Subtile, the Aware.

[67:15]
He it is Who hath made the earth subservient unto you, so Walk in the paths thereof and eat of His providence. And unto Him will be the resurrection (of the dead).

[67:16]
Have ye taken security from Him Who is in the heaven that He will not cause the earth to swallow you when lo! it is convulsed ?

[67:17]
Or have ye taken security from Him Who is in the heaven that He will not let loose on you a hurricane ? But ye shall know the manner of My warning.

[67:18]
And verily those before them denied, then (see) the manner of My wrath (with them)!

[67:19]
Have they not seen the birds above them spreading out their wings and closing them ? Naught upholdeth them save the Beneficent. Lo! He is Seer of all things.

[67:20]
Or who is he that will be an army unto you to help you instead of the Beneficent ? The disbelievers are in naught but illusion.

[67:21]
Or who is he that will provide for you if He should withhold His providence ? Nay, but they are set in pride and frowardness.

[67:22]
Is he who goeth groping on his face more rightly guided, or he who walketh upright on a straight road ?

[67:23]
Say (unto them, O Muhammad): He it is who gave you being, and hath assigned unto you ears and eyes and hearts. Small thanks give ye!

[67:24]
Say: He it is Who multiplieth you in the earth, and unto Whom ye will be gathered.

[67:25]
And they say: When (will) this promise (be fulfilled), if ye are truthful ?

[67:26]
Say: The knowledge is with Allah only, and I am but a plain warner;

[67:27]
But when they see it nigh, the faces of those who disbelieve will be awry, and it will be said (unto them): This is that for which ye used to call.

[67:28]
Say (O Muhammad): Have ye thought: Whether Allah causeth me (Muhammad) and those with me to perish or hath mercy on us, still, who will protect the disbelievers from a painful doom ?

[67:29]
Say: He is the Beneficent. In Him we believe and in Him we put our trust. And ye will soon know who it is that is in error manifest.

[67:30]
Say: Have ye thought: If (all) your water were to disappear into the earth, who then could bring you gushing water ?

 dakwatunasantri.blogspot.com

Arti Ghibah

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
اتدرون ما الغيبه؟ قالوا: الله ورسوله أعلم .قال:الْغِيبَة ذِكْرك أَخَاك بِمَا يَكْرَه قِيلَ : أَفَرَأَيْت إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُول ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُول فَقَدْ اِغْتَبْته ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَقَدْ بَهَتّه
“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian beliau shallahu’alaihi wasallam bersabda, “Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Kemudian ada yang bertanya, “Bagaimana menurutmu jika sesuatu yang aku sebutkan tersebut nyata-nyata apa pada saudaraku?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika memang apa yang engkau ceritakan tersebut ada pada dirinya itulah yang namanya ghibah, namun jika tidak berarti engkau telah berdusta atas namanya.” (HR Muslim 2589 Bab: Al-Bir Wash Shilah Wal Adab)
PELAJARAN PENTING
Syaikh Abdullah al Bassam rahimahullah dalam kitab beliau Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram(IV/599, Kairo) menjelaskan poin-poin penting yang bisa diambil dari hadits diatas:
DEFINISI GHIBAH
Nabi shallallhu’alaihi wasallam menjelaskan makna ghibah dengan menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia benci, baik tentang fisiknya maupun sifat-sifatnya. Maka setiap kalimat yang engkau ucapkan sementara saudaramu membenci jika tahu engkau mengatakan demikian maka itulah ghibah. Baik dia orang tua maupun anak muda, akan tetapi kadar dosa yang ditanggung tiap orang berbeda-beda sesuai dengan apa yang dia ucapkan meskipun pada kenyataannya sifat tersebut ada pada dirinya.
Adapun jika sesuatu yagn engkau sebutkan ternyata tidak ada pada diri saudaramu berarti engkau telah melakukan dua kejelekan sekaligus: ghibah dan buhtan (dusta).
Nawawiy rahimahullah mengatakan, “Ghibah berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya, agamanya, duniannya, jiwanya, akhlaknya,hartanya, anak-anaknya,istri-istrinya, pembantunya, gerakannya, mimik bicarnya atau kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat mngejek baik dengan ucapan maupun isyarat.”
Beliau rahimahullah melanjutkan, “Termasuk ghibah adalah ucapan sindiran terhadap perkataan para penulis (kitab) contohnya kalimat: ‘Barangsiapa yang mengaku berilmu’ atau ucapan ’sebagian orang yang mengaku telah melakukan kebaikan’. Contoh yang lain adalah perkataa berikut yang mereka lontarkan sebagai sindiran, “Semoga Allah mengampuni kami”, “Semoga Allah menerima taubat kami”, “Kita memohon kepada Allah keselamatan”.
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, “Sabda Nabi shalallahu’alaihi wasallam ذِكْرك أَخَاك (engkau meneybut-nyebut saudaramu) ini merupakan dalil bahwa larangan ghibah hanya berlaku bagi sesama saudara (muslim) tidak ada ghibah yang haram untuk orang yahudi, nashrani dan semua agama yang menyimpang, demikian juga orang yang dikeluarkan dari islam (murtad) karena bid’ah yang ia perbuat.”
Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Para ulama telah sepakat bahwasanya ghibah termasuk dosa besar. Mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالكُمْ وَأَعْرَاضكُمْ حَرَام عَلَيْكُم
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram atas (sesama) kalian”. (HR Muslim 3179, Syarh Nawai ‘ala Muslim)
ADAKAH GHIBAH YANG DIPERBOLEHKAN?
Nawawi rahimahullah setelah menjelaskan makna ghibah beliau berkata, “Akan tetapi ghibah itu diperbolehkan oleh syar’iat pada enam perkara:
  1. Kedzoliman, diperbolehkan bagi orang yang terdzolimi menngadukan kedzoliman kepada penguasa atau hakim yang berkuasa yang memiliki kekuatan untuk mengadili perbuatan tersebut. Sehingga diperbolehkan mengatakan,”Si Fulan telah mendzalimi diriku”atau “Dia telah berbuat demikian kepadaku.”
  2. Meminta bantun untuk menghilangkan kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran. Maka seseorang diperbolehkan mengatakan, “Fulan telah berbuat demikian maka cegahlah dia!”
  3. Meminta fatwa kepada mufti (pemberi fatwa) dengan mengatakan:”Si Fulan telah mendzolimi diriku atau bapakku telah mendzalimi diriku atau saudaraku atau suamiku, apa yang pantas ia peroleh? Dan apa yang harus saya perbuat agar terbebas darinya dan mampu mencegah perbuatan buruknya kepadaku?” Atau ungkapan semisalnya. Hal ini diperbolehkan karena ada kebutuhan. Dan yang lebih baik hendaknya pertanyaan tersebut diungkapkan dengan ungkapan global, contohnya: “Seseorang telah berbuat demikian kepadaku” atau “Seorang suami telah berbuat dzalim kepaada istrinya” atau “Seorang anak telah berbuat demikian” dan sebagainya. Meskipun demkian menyebut nama person tertentu diperbolehkan, sebagaimana hadits Hindun ketika beliau mengadukan (suaminya) kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang sangat pelit.”
  4. Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan, contohnya memperingatkan kaum muslimin dari perowi-perowi cacat supaya tidak diambil hadits ataupun persaksian darinya, memperingatkan dari para penulis buku (yang penuh syubhat). Menyebutkan kejelekan mereka diperbolehkan secara ijma’ bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib demi menjaga kemurnian syari’at.
  5. Ghibah terhadap orang yang melakukan kefasikan atau bid’ah secara terang-terangnan seperti menggunjing orang yang suka minum minuman keras, melakukan perdagangan manusia, menarik pajak dan perbuatan maksiat lainnya. Diperbolehkan menyebutkannya dalam rangka menghindarkan masyarakat dari kejelekannya.
  6. Menyebut identitas seseorang yaitu ketika seseorang telah kondang dengan gelar tersebut. Seperti si buta, si pincang, si buta lagi pendek, si buta sebelah, si buntung maka diperbolehkan menyebutkan nama-nama tersebut sebagai identitas diri seseorang. Hukumnya haram jika digunakan untuk mencela dan menyebut kekurangan orang lain. Namun lebih baik jika tetap menggunakan kata yang baik sebagai panggilan, Allahu A’lam. (Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Hal.400). 
Washalallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wattabi’in
  
dakwatunasantri.blogspot.com

Maraji’:
  1. 1.   Syarhun Nawawi Ala Muslim, Abu Zakariya An Nawawi, Maktabah Asy Syamlahilah
  2. Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram, Syaikh Abdullah Al Bassam, Jannatul Afkar, Kairo. http://ppmdi.com/arti-ghibah-sesungguhnya/

Selasa, 10 April 2012

Syammir Wa Jidda Li Amrin Anta Tholibuhu (bekerjalah ! disitu ada keajaiban)


Iman itu terkadang menggelisahkan.
Atau setidaknya menghajatkan ketenangan yang mengguyuri hati dengan terkuaknya keajaiban.
Mungkin itu yang dirasakan Ibrahim ketika dia meminta kepada Rabbnya untuk ditunjukkan bagaimana yang mati dihidupkan. Maka saat Rabbnya bertanya, “Belum yakinkah engkau akan kuasaKu?”, dia menjawab sepenuh hati, “Aku yakin. Hanya saja agar hati ini menjadi tenteram.”
Tetapi keajaiban itu tak datang serta merta di hadapannya. Meski Allah bisa saja menunjukkan kuasaNya dalam satu kata “Kun!”, kita tahu, bukan itu yang terjadi. Ibrahim harus bersipayah untuk menangkap lalu mencincang empat ekor burung. Lalu disusurnya jajaran bukit-berbukit dengan lembah curam untuk meletakkan masing-masing cincangan. Baru dia bisa memanggilnya. Dan beburung itu mendatanginya segera.
Di sinilah rupanya keajaiban itu. Setelah kerja yang menguras tenaga.
Tetapi apakah selalu kerja-kerja kita yang akan ditaburi keajaiban?
Hajar dan bayinya telah ditinggalkan oleh Ibrahim di lembah itu. Sunyi kini menyergap kegersangan yang membakar. Yang ada hanya pasir dan cadas yang membara. Tak ada pepohon tempat bernaung. Tak terlihat air untuk menyambung hidup. Tak tampak insan untuk berbagi kesah. Keculai bayi itu. Isma’il. Dia kini mulai menangis begitu keras karena lapar dan kehausan.
Maka Hajar pun berlari, mencoba mengais jejak air untuk menjawab tangis putera semata wayangnya. Ada dua bukit di sana. Dan dari ujung ke ujung coba ditelisiknya dengan seksama. Tak ada. Sama sekali tak ada tanda. Tapi dia terus mencari. Berlari. Bolak-balik tujuh kali. Mungkin dia tahu, tak pernah ada air di situ. Mungkin dia hanya ingin menunjukkan kesungguhannya pada Allah. Sebagaimana telah ia yakinkan sang suami, “Jika ini perintah Allah, Dia takkan pernah menyia-nyiakan kami!”
Maka kejaiban itu memancar. Zam zam! Bukan. Bukan dari jalan yang dia susuri atau jejak-jejak yang dia torehkan di antara Shafa dan Marwa. Air itu muncul justru dari kaki Isma’il yang bayi. Yang menangis. Yang haus. Yang menjejak-jejak. Dan Hajar pun takjub. Begitulah keajaiban datang. Terkadang tak terletak dalam ikhtiar-ikhtiar kita.
Mari belajar pada Hajar bahwa makna kerja keras itu adalah menunjukkan kesungguhan kita kepada Allah. Mari bekerja keras seperti Hajar dengan gigih, dengan yakin. Bahwa Dia tak pernah menyia-nyiakan iman dan amal kita. Lalu biarkan keajaiban itu datang dari jalan yang tak kita sangka atas kehendakNya yang Maha Kuasa. Dan biarkan keajaiban itu menenangkan hati ini dari arah manapun Dia kehendaki.
Bekerja saja. Maka keajaiban akan menyapa dari arah tak terduga.
Di lintas sejarah berikutnya, datanglah seorang lelaki pengemban da’wah untuk menjadi ‘ibrah. Dari Makkah, dia berhijrah ke Madinah. Tak sesuatupun dia bawa dari kekayaan melimpah yang pernah memudahkannya. Dia, ‘Abdurrahman ibn ‘Auf. Dan Rasulullah yang tahu gaya hidupnya di Makkah mempersaudarakannya dengan seorang lelaki Anshar kaya raya. Sa’d ibn Ar Rabi’.
Kita hafal kemuliaan kedua orang ini. Yang satu menawarkan membagi rata segala miliknya yang memang berjumlah dua; rumah, kebun kurma, dan bahkan isterinya. Yang satu dengan bersahaja berkata, “Tidak saudaraku.. Tunjukkan saja jalan ke pasar!”
Dan kita tahu, dimulai dari semangat menjaga ‘izzah, tekadnya untuk mandiri, serta tugas suci menerjemahkan nilai Qurani di pasar Madinah, terbitlah keajaiban itu. ‘Abdurrahman ibn ‘Auf memang datang ke pasar dengan tangan kosong, tapi dadanya penuh iman, dan akalnya dipenuhi manhaj ekonomi Qurani. Dinar dan dirham yang beredar di depan matanya dia pikat dengan kejujuran, sifat amanah, kebersihan dari riba, timbangan yang pas, keadilan transaksi, transparansi, dan akad-akad yang tercatat rapi.
Sebulan kemudian dia telah menghadap Sang Nabi dengan baju baru, mewangi oleh tebaran minyak khaluq yang membercak-bercak. “Ya Rasulallah, aku telah menikah!”, katanya dengan sesungging senyum. Ya, seorang wanita Anshar kini mendampinginya. Maharnya emas seberat biji kurma. Walimahnya dengan menyembelih domba. Satu hari, ketika 40.000 dinar emas dia letakkan di hadapan Sang Nabi, beliau bersabda, “Semoga Allah memberkahi yang kau infaqkan juga yang kau simpan!”
Kita mengenangnya kini sebagai lelaki yang memasuki surga sambil merangkak.
Di mana titik mula keajaiban itu? Mungkin justru pada keberaniannya untuk menanggalkan segala kemudahan yang ditawarkan. Dalam pikiran kita, memulai usaha dengan seorang isteri, sebuah rumah tinggal, dan sepetak kebun kurma seharusnya lebih menjanjikan daripada pergi ke pasar dengan tangan kosong. Tetapi bagi ‘Abdurrahman ibn ‘Auf agaknya itu justru terlihat sebagai belenggu. Itu sebuah beban yang memberati langkahnya untuk menggapai kemuliaan yang lebih tinggi. Keajaiban itu datang dalam keterbatasan ikhtiyar keras si tangan kosong. Bukan pada kelimpahan yang ditawarkan saudaranya.
Memulai dengan tangan kosong seperti ‘Abdurrahman ibn ‘Auf seharusnya menjadi penyemangat kita bahwa itu semua mudah. Mungkin dan bisa. Tetapi apakah kemudahan itu? Suatu hari dalam perjamuan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella, semua orang mencibir perjalanan Columbus menemukan dunia baru sebagai hal yang sebenarnya sangat mudah. Tinggal berlayar terus ke barat. Lalu ketemu.
Christopher Columbus tersenyum dari kursinya. Diambil dan ditimangnya sebutir telur rebus dari piring di depannya. “Tuan-tuan”, suaranya menggelegar memecah ricuh bebisikan. “Siapa di antara kalian yang mampu memberdirikan telur ini dengan tegak?”
“Christopher”, kata seorang tua di sana, “Itu adalah hal yang tidak mungkin!”
Semua mengangguk mengiyakan.
“Saya bisa”, kata Columbus. Dia menyeringai sejenak lalu memukulkan salah satu ujung telurnya sampai remuk. Lalu memberdirikannya.
“Oh.. Kalau begitu, kami juga bisa!”, kata seseorang. “Ya.. ya.. ya..”, seru yang lain. Dan senyum Columbus makin lebar. Katanya, “Itulah bedanya aku dan kalian Tuan-tuan! Aku memang hanya melakukan hal-hal yang mudah dalam kehidupan ini. Tetapi aku melakukannya di saat semua orang mengatakan bahwa hal mudah itu mustahil!”
Nah, para pengemban da’wah, bekerjalah. Maka keajaiban akan menyapa dari arah tak terduga. Mulailah. Karena dalam keberanian memulai itulah terletak kemudahannya. Bukan soal punya dan tak punya. Mampu atau tak mampu. Miskin atau kaya. Kita bekerja, karena bekerja adalah bentuk kesyukuran yang terindah. Seperti firmanNya;
..Bekerjalah hai keluarga Daud, untuk bersyukur. Dan sedikit sekali di antara hambaKu yang pandai bersyukur. (QS Saba’: 13)
sepenuh cinta,
Akhukum Fillah @Mukhtar Panjalu

HARAMNYA MENCELA MAYAT TANPA ALASAN YANG DIBENARKAN ATAU TANPA ADANYA MASLAHAT SYARI'AH.


Sumber : Syarah Riyadhusshalihin
 Syekh Shaleh al-'Utsaimin

Alih Bahasa : Idrus Abidin.
            Yaitu peringatan agar tidak mengikuti bid'ahnya atau kefasikannya serta hal-hal yang sedemikian rupa. Di sini terdapat ayat-ayat dan hadits-hadits yang ada pada bab sebelumnya.
[1]1572. وَعَن عَائِشَة رَضِيَ اللهُ عَنهَا قََالَت : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : لَا تَسُبُّوا الأََموَاتِ فَإِنَّهُم قَد أَفضَوا إِلَى مَا قَدَّموا". رواه البخاري.
1572 – Dari Aisyah Radiyallahu Anha ia berkata : Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian mencaci maki mayat, karena mereka telah menemukan apa yang mereka telah lakukan". (HR.Bukhari).
PENJELASAN.
            Penulis Rahimahullah berkata dalam kitabnya Riyadhusshalihin : Bab tentang haramnya mencela mayat tanpa alasan yang dibenarkan atau karena adanya maslahat syari'ah.
            Mayat adalah para mayat dari kalangan kaum muslimin. Adapun mayat orang kafir maka mereka tidaklah memiliki kehormatan, kecuali jika ada orang yang masih hidup merasa disakiti ketika mencela mereka, terutama kaum kerabatnya, maka ketika itu ia tidak boleh dicela. Tetapi jika tidak ada masalah maka tidak ada kehormatan baginya. inilah makna yang dibsebutkan oleh penulis rahimahullah : "Tanpa alasan yang benar". Karena kita mempunyai hak untuk menghina mayat orang kafir yang telah menyakiti kaum muslimin, memerangi mereka dan berusaha merusak agama mereka.
            Atau maslahat syari'at, seperti orang yang meninggal tersebut adalah pelaku bid'ah, yang mana bid'ah itu ia sebarkan kepada orang lain. Dari sisi ini terdapat maslahat jika kita mencelanya dan mengingatkan orang lain akan pebuatannya agar masyarakat tidak tertipu oleh ulahnya.
            Kemudian beliau berhujjah dengan hadits Aisyah Radiyallahu Anha bahwasanya Raslullah saw bersabda "Janganlah kalian mencela mayat". Hukum asal larangan adalah haram. Jadi kita tidak boleh menghina mayat. Kemudian beliau memberikan alasan dengan mengatakan, "Karena mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka perbuat". Penghinaanmu terhadap mereka tidaklah berpengaruh apa-apa, karena mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka lakukan ketika mereka berpindah tempat ke negeri pembalasan, dari dunia tempat mengumpulkan amal shaleh. Setiap yang meninggal maka ia akan mendapatkan apa yang telah mereka lakukan dan ikut menunju negeri pembalasan, serta telah berakhir kesempatannya. Amalan dan segala perbuatannya terputus. Ia tidak lagi mendapatkan bagian pahala kecuali apa yang telah ditunjukkan oleh sunnah, seperti sabda Rasulullah saw, "Jika manusia meninggal dunia maka semua amalannya terputus kecuali tiga hal : Sedekah jariah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shaleh yang mendoakannya.[2] Di sini terdapat sebuah pelajaran bahwa hendaknya manusia menjaga lidahnya dari perkataan yang tidak bermanfaat, karena itu adalah jalurnya para orang-orang bertakwa. Sungguh hamba Allah ta'ala jika melewati perbuatan sia-sia, maka mereka hanya lewat secara sekilas. Adapun kepalsuan maka mereka tidak menguatkannya sedikit pun. Mereka tidaklah membicarakan sesuatu kecuali dengan cara yang benar. Wallahu Al-Muwaffaq.
               
LARANGAN MENYAKITI.
Allah ta'ala berfirman (QS.Al-Ahzab : 58).
[3]1573. وَعَن عَبدِ اللهِ بنِ عَمرو بنِ العَاص رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : الُمسلِمُ مَن سَلِمَ الُمسلِمُونَ مِن لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالمُهَاجِرُ مَن هَاجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنهُ". متفق عليه.
1573 – Dari Abdullah Bin Amr Bin Ash Radiyallahu Ahnu ia berkata, Rasulullah saw bersabda, "Seorang muslim adalah orang yang menjauhkan muslim lainnya dari bahaya lisan dan tangannya. Sedang orang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah ta'ala". (Mutafaq Alaihi).
[4]1574. وَعَنهُ قَََاَلَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليهِ وَسَلَّم : مَن أَحَبَّ أَن يُزَحزِحَ مِنَ النَّارِ وَيُدخِلُ الجَنَّةَ فَلتَأتِيهِ مَنِيَتُهُ وَهُوَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَومِ الآخِرِ، وَليَأتِ إِلَي النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَن يُؤتَى إِلَيهِ". رواه مسلم. 
1574 – Dan darinya pula ia berkata, Rasulullah saw bersabda, "Barang siap yang ingin dikeluarkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam sorga maka hendaknya ia meninggal dalam keadaan beriman terhadap adanya hari kiamat. Dan hendaknya ia berbuat kepada orang lain seperti ia hendak diparlakukan oleh mereka. (HR.Muslim). Hadits ini adalah bagian dari hadits yang panjang yang ada sebelumnya pada bab mentaati pemimpin.
PENJELASAN.
            Penulis Rahimahullah mengatakan dalam kitab Riyadhusshalihin : Bab tentang haramnya menyakiti tanpa adanya alasan yang benar.
            Menyakiti mencakup menyakiti orang lain dengan kata-kata dan menyakiti dengan sikap serta menyakiti dengan meninggalkan seseorang. Adapun menyakiti dengan kata-kata, terjadi dengan cara memperdengarkan kata-kata yang menyakiti sesamanya, walaupun tidaklah membahayakan dirinya. Jika itu membahayakannya maka dosanya makin besar. Sedang menyakiti dengan sikap (perbuatan) yaitu dengan mengganggu tempatnya dan posisi duduknya, serta mengangunya ketika di perjalanan serta perbuatan yang serupa dengan itu.
            Sedang menyakiti sesama dengan cara meninggalkannya adalah berupa meninggalkan beberapa masalah yang membuatnya bingung, lalu ia merasa tersakiti karenanya. Semua itu adalah perbuatan yang diharamkan dan memiliki ancaman yang berat, yaitu firman Allah ta'ala (QS.Al-Ahzab : 58). Maksud Ihtamalu pada ayat tersebut adalah menanggung beban berat berupa kebohongan dan dosa besar berupa sanksi berat. Kita memohon kepada Alla ta'ala agar menganugrahkan kepada kita keselamatan.
            Dan pada firman Allah ta'ala, "Tanpa berdasarkan perbuatan yang mereka lakukan" terdapat sebuah dalil bahwa jika seseorang disakiti karena perbuatannya, atau teradap sebuah perbuatan yang membuatnya pantas untuk disakiti maka tentu tidak ada masalah, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah ta'ala (QS.An-Nisaa : 16).
            Pada fase awal, berhubugan dengan sesama jenis (liwat), wal'iyazu billah, pelakunya disakiti sehingga ia bertaubat kepada Allah ta'ala. Setelah itu, Rasulullah saw mentapkan sebuah hukum dngan mengatakan, "Siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan pasangannya".[5]
            Syekul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan, "Para sahabat telah sepakat bahwa yang melakukan perbuatan kaum luth maka pelaku dan pasangannya harus dibunuh. Hanya saja mereka berbeda pendapat bagaimana cara membunuh mereka ?. Sebagian mengatakan,"Ia harus dirajam", sebagian lagi berpendapat, "Dijatuhkan dari tempat yang paling tinggi yang ada di da'erahnya lalu ditimpakan batu". Sebagian lainnya berkata, "ia harus dibakar dengan api". Kita memohon perlindungan dari perbuatan demikian.
            Yang terpenting bahwa menyakiti seseorang karena alasan yang benar tidaklah ada masalah.  Diantaranya adalah jika seseorang membeci kebaikan, lalu perbuatan baik dilakukan dihadapannya sehingga ia merasa tersakiti maka itu beararti ia disakiti dengan alasan yang benar. Karena sebagian orang, wal'iyazu billah, jika melihat orang yang bepegang teguh terhadap sunnah maka ia merasa tersakiti. Kemudian beliau menyebutkan dua hadits yang mana salah satu diantara keduanya berbunyi, " Seorang muslim adalah orang yang menjauhkan muslim lainnya dari bahaya lisan dan tangannya. Sedang orang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah ta'ala". Seorang muslim adalah orang yang menjauhkan muslim lainnya dari bahaya lisannya, ia tidak mengutuknya dan tidak menghinanya, tidak mencelanya dan tidak menggibahnya. Semua bentuk bahaya lisan yang dapat membahayakan orang lain ia tahan sehingga orang lain terbebas dari bahayanya. Dan orang-orang muslim yan lain juga selamat dari bahayanya. Ia tidak menzhalimi mereka dengan pukulan, dengan mencuri miliknya dan tidak merusak harta bendanya serta kejehatan lainnya. Inilah muslim yang sebenarnya. Tetapi ini tidak berarti bahwa tidak ada lagi seorang muslim selain dirinya, tetapi maknanya bahwa perbuatan itu termasuk ajaran islam. Yang sebenarnya bahwa orang islam adalah orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah ta'ala secara lahir dan bathin. Hanya saja penggunaan kata demikian terjadi dalam rangka unutuk mendorong berbuat demikian walaupun masih ada perbuatan lain selainnya.
            Sedang Al-Muhajir adalah orang yang meninggalkan larangan Allah ta'ala, padahal sudah maklum bahwa muhajir adalah orang yang keluar dari Negara kafir menuju Negara islam demi menjaga agamanya. Tetapi kata hijrah juga memiliki makna lain, yaitu seorang muslim meninggalkan larangan Allah ta'ala. Ia tidak mengucapkan perkataan yang haram dan tidak melakukan perbuatan haram serta tidak meniggalkan kewajiban. Tatapi ia melaksanakan kewajiban dan meninggalkan perbuatan haram. Inilah orang yang berhijrah, karena ia meninggalkan apa  yang dilarang Allah ta;ala.
            Adapun hadits ke-dua yaitu sada Rasulullah saw yang berbunyi, "Barang siapa yang ingin dikeluarkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam sorga maka hendaknya ia meninggal dalam keadaan beriman terhadap adanya hari kiamat. Dan hendaknya ia berbuat kepada orang lain seperti ia hendak diparlakukan oleh mereka".
            Sabdanya, "Siapa yang suka" Ungkapan ini adalah pertanyaan yang bertujuan untuk membuat orang penasaran. Karena semua orang ingin terbebas dari api neraka dan dimasukkan ke dalam sorga. Karena orang yang diselamatkan dari nereaka lalu dimasukkan ke dalam sorga maka ia telah mendapatkan kemengan yang besar. Barang siapa yng menghendaki hal itu maka hendaknya ia meninggal dalam keadaan beriman kepada Allah ta'ala dan hari akhir. Atas dsar ini, maka manusia hendaknya selalu mengingat iman kepada Allah ta'ala dan  hari akhir serta selalu menyelaminya, karena ia tidak tahu kapan kematian itu akan menjemputnya. Maka hendaknya itu selalu menjadi pusat perhatianya, Yaitu beriman kepada Allah ta'ala dan kepada hari akhir. Manusia jika beriman kepda Allah ta'ala dan semua konsekwensi nama dan sifat-sifat-Nya lalu ia beriman kepada hari akhir serta pahala yang dikandungnya dan sanksi yang ada maka ia hars istiqimah dalam meniti agama Allah ta'ala. Dan ini adalah hak Alah ta'ala, maksud saya adalah sabda Rasulullah saw, "Sedang ia beriman kepada Allah dan hari akhir". Adapu menyagkut hak-hak manusia, aka beliau bersabda, " Dan hendaknya ia berbuat kepada orang lain seperti ia hendak diparlakukan oleh mereka". Ia tidak menyakitinya Karen aia sendiri tidak mau dsakiti ole mereka. Ia tidak berbuat semena-mena kepad amereka karena ia juga tidak mau kalau mereka semena-mena kepadanya. Ia tidak mencela mereka karena ia juga tidak mau dicela oleh mereka dan seterusnya. Ia tidak menipunya dalam jual beli dan lain-lain. Mereka tidak membohongi mereka karena ia tidak suka kalau ia diperlakukan oleh mereka. Ini adalah aturan umum (kaedah) yang apabila dipedomanani oleh manusia dalam bermuamalah sesame mereka maka pasti mereka akan mendapatkan banyak hal. Ini menyerupai sabda Rasulullah saw yang berbunyi, "Tidaklah dianggap orang beriman seseorang diantara kalian sehingga ia mencintai saudaranya seoerti ia mencintai dirinya sendiri.[6] Wallahu Al-Muwaffaq.

[1] Shahih Bukhari (1393).
[2]  Telah ditakhrij sebelumnya.
[3] Shahih Bukhari (10), Shahih Muslim (40) dan telah ada sebelumnya pada no. 216.
[4] Shahih Muslim (1844). Sebelumnya talah ada pada no. (673).
[5]  Shahih Al-Jami' (6589)hadits dari Ibnu Abbas Raduyallahu Anhu.
[6]  Shahih Bukhari (13), Shahih Muslim (45) hadits dari Anas Bin Malik Radiyallahu Anhu.